Friday, December 9, 2016

Sejarah GUDEG

 

 

 

https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/originals/0c/d9/a7/0cd9a733184d0b35eaf8733ad771cb57.jpg

 

Selama ini gudeg dikenal sebagai makanan khas dari Yogyakarta. Sejarah makanan gudeg berawal dari terbentuknya kerajaan Mataram yang didirikan di Kotagede pada tahun 1500-an. Pada saat pendirian kerajaan banyak pohon-pohon yang ditebang seperti pohon nangka, kelapa, tangil melindo, dll. Karena banyaknya nangka muda, kelapa dan tangkil akhirnya mendorong para pekerja untuk membuat suatu masakan yang dapat dinikmati oleh banyak orang berhubung para pekerja yang bekerja di kerajaan Mataram sangat banyak.

Karena kuota makanan yang sangat banyak inilah, makanya panganan ini harus diaduk menggunakan alat masak bernama Hangudeg. Dari proses mengaduk inilah makanan dari nangka muda ini disebut Gudeg.

Seiring berjalannya waktu, Gudeg semakin dikenal semenjak kota Yogyakarta menjadi kota Pendidikan dan banyak didirikan universitas-universitas. Kebanyakan mahasiswa luar sudah terbiasa dengan makanan Gudeg ini. Sehingga Gudeg bisa dibawa keluar dan diperkenalkan ke daerah luar Yogyakarta.

 

 

Source: Abadi Dwi. 2012. Daerah Istimewa Gudeg

Sejarah ONDE-ONDE TIONGKOK

https://titozheng.files.wordpress.com/2011/07/dong_zhi.jpg



Onde-Onde atau Wedang Ronde dibuat agak besar seperti bakso lalu diisi kacang tanah, dimakannya pun dengan cara yang sama bisa hangat-hangat atau diberi es batu saat cuaca panas. Kuah onde-onde bisa dibuat dari air gula atau air jahe yang dicampur gula.

Awal mula onde-onde diawali dengan perayaan festival Dong-Zhi. Menurut sejarah Tiongkok, festival Dong-Zhi terjadi saat Dinasti Han. Dasar dari perayaan ini adalah merayakan keseimbangan kosmos dan alam semesta.
 Pada tanggal 21 Desember atau 22 Desember, terjadi peristiwa yang dikenal dengan sebutan TITIK BALIK MATAHARI. Pada festival Dong-Zhi dirayakan, sinar matahari adalah sinar yang paling lemah dan siang akan menjadi pendek. Bagi kita yang tinggal di Indonesia, peristiwa ini tidak akan terlalu efek kepada kita. Tetapi sehari setelah perayaan festival Dong Zhi, matahari perlahan-lahan akan menguat dan siang menjadi lebih panjang. Meskipun siang menjadi panjang, dalam filosofi orang Tiongkok, peristiwa siang menjadi lebih panjang sangat baik karena ini pertanda bahwa energi positif perlahan-lahan memasuki bumi. Setelah perayaan ini selesai, biasanya orang-orang akan berkumpul bersama keluarga atau teman-teman sambil menikmati Sup Onde yang hangat dan manis sebagai simbol kekeluargaan. Maka dari itu festival Dong Zhi diiringi dengan makan Sup Onde.

Festival Dong Zhi ini menjadi suatu tradisi yang sangat penting untuk rakyat Tionghoa, karena di tanah perantauan yang paling terpenting adalah rasa kekeluargaan dan kebersamaan. 



Source: Hsiung Deh-Ta. 2008. Festive Food of China

Thursday, December 8, 2016

Sejarah BAKCANG

http://www.tionghoa.info/wp-content/uploads/2016/04/bakcang-min.jpg


Menurut tradisi orang Tionghoa, hari Raya besar tidak hanya Imlek saja, melainkan ada hari Raya besar yang lain yaitu Peh Cun dan Tiong Jiu (kue bulan). Lahirnya Bakcang ditandai dengan adanya hari Raya Peh Cun. Hari Raya Duan Wu Jie atau yang biasa disebut Hari Raya Peh Cun diperingati setiap tahun pada Go Gwe Gwe Go atau tanggal 5 bulan 5 penanggalan orang Tionghoa. Pada hari tersebut biasanya orang Tionghoa menyajikan Bakcang sebagai hidangan utama mereka. Bagaimana asal-usul Bakcang?

Hari Raya Duan Wu Jie atau Peh Cun menurut legenda dipercayai terjadi karena 2 hal, pertama yaitu untuk mengenang putri berbakti Chao E pada dinasti Han Timur (25-220 M) yang meninggal bunuh diri di sungai karena berkabung untuk kematian ayahnya. Ada juga legenda yang menyebut Hari Raya Peh Cun terjadi karena memperingati wafatnya Qu Yuan yang meninggal terjun ke Sungai Mi Luo. Qu Yuan dengan kesetiannya berkorban melayani negara dan masyarakat. Qu Yuan dihormati pula sebagai Shui Xian Zhun Wang (Dewa Air Yang Terhormat).

Qu Yuan melewati kehidupan sebagai pelarian selama 9 tahun, karena sifatnya yang tegas dan ingin menegakkan keadilan atas pemerintahan Raja Chu Huai Wang. Qu Yuan membuat sajak Li Sao yang isinya memberi saran kepada Raja Chu Huai Wang agar mawas diri dan tidak terlena oleh siasat musuh. Qu Yuan berdebat dengan Raja Chu Huai Wang sehingga Raja marah dan memecat Qu Yuan dan mengasingkannya ke daerah yang bernama Chang Sa. Selama 9 tahun Qu Yuan menjalani kehidupan sebagai nelayan. Niatnya yang semula ingin berbakti pada negara dan masyarakat merasa frustasi, ditambah keluarganya yang hancur berantakan menambah beban berat yang harus dijalani oleh Qu Yuan. Karena ketidakmampuannya menjalani hidup, Qu Yuan akhirnya bunuh diri terjun ke sungai Mi Luo pada tanggal 5 bulan 5 tanggalan Imlek.

Rakyat Negeri Chu sangat sedih saat mendengar Menteri yang disegani dan disayangi rakyatnya meninggal dengan cara tragis. Masyarakat Negeri Chu lalu berbondong-bondong datang ke sungai Mi Luo untuk mencari jasadnya. Tetapi setelah dicari-cari masyarakat tidak berhasil menemukan jasadnya. Maka dari itu masyarakat melempar makanan ke sungai Mi Luo agar ikan-ikan di sungai tidak memakan jasad Qu Yuan.

Setelah Qu Yuan terjun ke sungai Mi Luo, masyarakat Negeri Chu bertemu dengan arwah Qu Yuan. Arwah Qu Yuan memberi pesan kepada masyarakat Negeri Chu supaya orang-orang menghormati Qu Yuan dengan cara melempar makanan yang dipersembahkan dibungkus dengan daun bambu dan dipersembahkan pada tanggal 5 bulan 5 tanggalan Imlek. Inilah asal muasal Bakcang dimakan pada saat perayaan Hari Raya Peh Cun.

Para nelayan yang mendengar kabar begitu segera menuju sungai Mi Luo untuk melemparkan makanan diatas perahu. Dari situlah terjadi perayaan Perahu Naga untuk mengenang Qu Yuan yang terjun dari perahu saat bunuh diri. Di generasi berikutnya, dibentuklah Lomba Perahu Naga dan makan Bakcang pada saat perayaan Hari Raya Peh Cun.

 

 

 

 Source: Media Komunikasi KMB Dhammanano ITB.2013.Budaya Tionghoa